EBEG.....banyumasan
Ebeg
 merupakan seni pertunjukan yang menggunakan tarian sebagai media 
eksprisinya. Penari dalam pertunjukannya membawakan gerak tari gagah 
dengan menunggang kuda-kudaan terbuat dari anyaman bambu yang lazim 
disebut dengan Ebeg. Iringan Ebeg adalah alat musik bendhe yang 
merupakan perangkat musik tradisional khas Banyumas yang khusus 
digunakan untuk mengiringi pertunjukan Ebeg. Para pemain atau penari 
menggambarkan prajurit berkuda di bawah pimpinan Prabu Klana dalam 
cerita Panji. Sebagai bentuk kesenian tradisional, Ebeg telah berkembang
 secara turun-temurun sebagai warisan nenek moyang yang masih lestari 
hingga saat sekarang.
Kehidupan
 masyarakat Banyumas saat ini memang telah mengikuti perkembangan jaman.
 Dari yang semula berlangsung dalam pola tradisional-agraris, kini 
berganti ke arah modern-teknologis. Sungguh pun demikian, ragam 
peninggalan masa lalu bukan berarti harus ditinggalkan. Khasanah 
kesenian lokal semacam ebeg, harus terus diuri-uri dan dijaga 
kelestariannya. Hal ini mengingat perubahan jaman yang menuju ke arah 
globalisasi, terbukti telah bermuara pada penyeragaman budaya yang 
cenderung menanggalkan nilai-nilai lokal. Apabila kondisi demikian terus
 berlanjut, maka setiap bangsa akan kehilangan jatidiri, kehilangan 
identitas. Ini tidak boleh terjadi, sebab penyeragaman budaya akan 
mengakibatkan sebuah bangsa teralienasi, terasing di negeri sendiri. 
Salah satu cara melakukan perlawanan adalah melalui usaha revitalisasi 
dan reaktualisasi ragam-ragam kebudayaan lokal yang kita miliki. Usaha 
demikian merupakan sebuah proses glocalisasi yang dapat dijadikan 
sebagai penyeimbang proses globalisasi tengah merambah ke seluruh 
penjuru dunia.
Ebeg
 merupakan seni pertunjukan yang menggunakan tarian sebagai media 
eksprisinya. Penari dalam pertunjukannya membawakan gerak tari gagah 
dengan menunggang kuda-kudaan terbuat dari anyaman bambu yang lazim 
disebut dengan Ebeg. Iringan Ebeg adalah alat musik bendhe yang 
merupakan perangkat musik tradisional khas Banyumas yang khusus 
digunakan untuk mengiringi pertunjukan Ebeg. Para pemain atau penari 
menggambarkan prajurit berkuda di bawah pimpinan Prabu Klana dalam 
cerita Panji. Sebagai bentuk kesenian tradisional, Ebeg telah berkembang
 secara turun-temurun sebagai warisan nenek moyang yang masih lestari 
hingga saat sekarang.
Kehidupan
 masyarakat Banyumas saat ini memang telah mengikuti perkembangan jaman.
 Dari yang semula berlangsung dalam pola tradisional-agraris, kini 
berganti ke arah modern-teknologis. Sungguh pun demikian, ragam 
peninggalan masa lalu bukan berarti harus ditinggalkan. Khasanah 
kesenian lokal semacam ebeg, harus terus diuri-uri dan dijaga 
kelestariannya. Hal ini mengingat perubahan jaman yang menuju ke arah 
globalisasi, terbukti telah bermuara pada penyeragaman budaya yang 
cenderung menanggalkan nilai-nilai lokal. Apabila kondisi demikian terus
 berlanjut, maka setiap bangsa akan kehilangan jatidiri, kehilangan 
identitas. Ini tidak boleh terjadi, sebab penyeragaman budaya akan 
mengakibatkan sebuah bangsa teralienasi, terasing di negeri sendiri. 
Salah satu cara melakukan perlawanan adalah melalui usaha revitalisasi 
dan reaktualisasi ragam-ragam kebudayaan lokal yang kita miliki. Usaha 
demikian merupakan sebuah proses glocalisasi yang dapat dijadikan 
sebagai penyeimbang proses globalisasi tengah merambah ke seluruh 
penjuru dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar